Homepage

Flashback before we die

Malam ini aku teringat dengan kejadian waktu aku masih training di Jakarta waktu dulu, yaitu pada tahun 2004 silam. Kejadian ini terjadi ketika kami masih menginap di Hotel Alia Matraman.
Di Hotel Alia, ada sebuah kolam renang dengan kedalaman mungkin sekitar 3 meter. Dan karena kebetulan waktu itu kami libur, kami melepaskan lelah setelah seminggu penuh training dengan berenang di kolam renang itu.
Dulu, waktu masih SD, aku biasa mandi di kali, jadi setidaknya aku masih ada skill untuk berenang.
Dan dengan nekat, aku langsung lompat dari tepi kolam menuju bagian tengah kolam, karena bagian itu adalah yang paling dalam, jadi akan mengurangi resiko terbenturnya tubuh ke dasar kolam.
Tapi, ternyata.
Aksi nekat itu justru membuatku tenggelam. Setelah sampai di tengah kolam, aku justru masuk makin dalam, dan tidak mampu melanjutkan sampai tepi seberang kolam. Nafasku juga tidak mampu untuk menahan untuk melanjutkan sampai tepi kolam.
Yang aku ingat, aku harus naik ke permukaan kolam.
Aku harus ke atas, tapi setelah sampai ke atas, aku tak bisa menjaga agar terus berada di permukaan air. Akhirnya aku tenggelam lagi. Kucoba menarik nafas sebelum tenggelam, dan kemudian setelah menyentuh dasar kolam, aku kembali mencoba ke permukaan dengan melompat dalam air dan juga menggerak-gerakkan kedua kakiku.
Dalam pikiranku, aku melihat flashback ketika aku masih sekolah. Ketika aku dan kakakku hampir tertabrak Bus dalam perjalanan Kudus-Pati. Dan juga ketika aku ingin melompat dari motor.
Pikiranku terus berkata, “Au gak boleh mati sekarang. Aku harus tetap hidup. Aku belum membahagiakannya, aku juga belum membahagiakan ibuku”.
Dengan alasan itu, aku terus mencoba dan mencoba menuju tepi kolam di sebelah kananku. Kucoba meraih pinggir kolam yang juga ada barisan besi. Dan saat itu kulihat mas Wawan ( ex teknisi di Palembang ). Karena aku tak akan mampu berteriak meminta tolong, maka hanya satu kata yang singkat yang aku bisa ucapkan.
“Help”. Aku terus menerus mengucapkan itu.
Dan alhamdulillah, mas Wawan melihatku, kemudian mengambil sebuah tongkat yang cukup panjang, dan kemudian aku raih. Dengan tongkat itu dia membantuku menuju tepi kolam di sebelah kananku.
Sungguh. Saat itu aku hanya memikirkan alasan kenapa aku harus bertahan hidup. Dan untuk apa aku harus menjalani hidup. Dua alasan itu, selalu menjadi penyemangatku.
Namun, salah satu dari alasan itu telah hilang beberapa tahun yang lalu.
Sekarang, alasanku bertahan hidup, adalah membahagiakan Ibuku, dan juga kekasihku tercinta.
Semoga, Allah selalu memberikan ridhonya buat kami

Exit mobile version